Senin, 12 Desember 2011

Minggu, 27 November 2011

BENARKAH BANGSA INI SUDAH MERDEKA????

Sekali merdeka tetap merdeka
Pekik para pejuang bangsa
Menggema di cakrawala Indonesia
Terpatri dalam setiap jiwa
Bagai surga di pelupuk mata
Namun........
Benarkah bangsa ini merdeka?
Merdeka dari kemiskinan
Merdeka dari kebodohan
Merdeka dari kebiadaban moral
Merdeka dari kesewenangan atasan
Dan.....
Merdeka dari tikus-tikus kantoran
Sekali mlagi kawan....
Benarkah bangsa ini telah merdeka??



SEJARAH TEORI BILANGAN

teori bilangan
Teori tentang bilangan telah menarik perhatian ilmuwan selama ribuan tahun, paling sedikit sejak 2.500 tahun yang lalu. Sebagai salah satu cabang matematika, teori bilangan dapat disebut sebagai “Aritmetika lanjut (Advenced Aritmetics)” karena terutama berkaitan dengan sifat-sifat bilangan asli.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sebetulnya mempunyai kaitan yang erat dengan perkembangan system numerasi, yaitu dalam hal menyatakan, menghubungkan dan mengoperasikan bilangan. Bilangan itu sendiri mewakili kuantitas yang merupakan hasil pengukuran, jumlah benda atau barang, nilai imbal atau tukar dari suatu transaksi dan bentuk-bentuk kegiatan lain yang memerlukan bilangan sebagai alat komunikasi.
Sejak sekitar 5.000 tahun yang lalu banyak cara yang berbeda dalam mengembangkan basis dalam system numerasi. Bangsa babylonia (kuno) menggunakan system 20 terhadap system numerasi saat itu. Sekarang kita menggunakan basis sepulah (decimal system), suatu basis yang pertama kali dikembangkan di India sekitar abad ke 14. Untuk kepentingan khusus, basis 2 (binary system) digunakan sangat luas dalam mesin-mesin komputasi.
Pada sekitar abad ke 6 S.M., kelompok Pythagoras menyelidiki sifat-sifat yang berkaitan dengan musik, astronomi, geometri dan bilangan. Kelompok Pythagoras ini antara lain mengembangkan sifat-sifat bilangan lengkap (perfect number), bilangan bersekawan (amicable number), bilangan prima (prime number), bilangan segitiga (triangular number), bilangan bujur sangkar (square number), bilangan segilima (pentagonal number) serta bilangan-bilangan segibanyak (figurate numbers) yang lain. Salah satu sifat bilangan segitiga yang terkenal sampai sekarang disebut triple Pythagoras, yaitu :
a.a + b.b = c.c
yang ditemukannya melalui perhitungan luas daerah bujur sangkar yang sisi-sisinya merupakan sisi-sisi dari segitiga siku-siku dengan sisi miring (hypotenosa) adalah c, dan sisi yang lain adalah a dan b. Hasil kajian yang lain yang sangat popular sampai sekarang adalah pembedaan bilagan prima dan bilangan komposit. Bilangan prima adalah bilangan bulat positif lebih dari satu yang tidak memiliki Faktor positif kecuali 1 dan bilangan itu sendiri. Bilangan positif selain satu dan selain bilangan prima disebut bilangan komposit. Catatan sejarah menunjukkan bahwa masalah tentang bilangan prima telah menarik perhatian matematisi selama ribuan tahun, terutama yang berkaitan dengan berapa banyaknya bilangan prima dan bagaimana rumus yang dapat digunakan unutk mencari dan membuat daftar bilangan prima.
Dengan berkembangnya system numerasi, berkembang pula cara atau prosedur aritmetis untuk landasan kerja, terutama unutk menjawab permasalahan umum, melalui langkah-langkah tertentu, yang jelas yang disebut dengan algoritma. Awal dari algoritma dikerjakan oleh Euclid. Pada sekitar abad 4 S.M, Euclid mengembangkan konsep-konsep dasar geometri dan teori bilangan. Buku Euclid yang ke VII memuat suatu algoritma unutk mencari Faktor Persekutuan Terbesar dari dua bilangan bulat positif dengan menggunakan suatu teknik atau prosedur yang efisien, melalui sejumlah langkah yang terhingga. Kata algoritma berasal dari algorism. Pada zaman Euclid, istilah ini belum dikenal. Kata Algorism bersumber dari nama seorang muslim dan penulis buku terkenal pada tahun 825 M., yaitu Abu Ja’far Muhammed ibn Musa Al-Khowarizmi. Bagian akhir dari namanya (Al-Khowarizmi), mengilhami lahirnya istilah Algorism. Istilah algoritma masuk kosakata kebanyakan orang pada saat awal revolusi komputer, yaitu akhir tahun 1950.
Pada abad ke 3 S.M., perkembangan teori bilangan ditandai oleh hasil kerja Erathosthenes, yang sekarang terkenal dengan nama Saringan Erastosthenes (The Sieve of Erastosthenes). Dalam enam abad berikutnya, Diopanthus menerbitkan buku yang bernama Arithmetika, yang membahas penyelesaian persamaan didalam bilangan bulat dan bilangan rasional, dalam bentuk lambing (bukan bentuk/bangun geometris seperti yang dikembangkan oleh Euclid). Dengan kerja bentuk lambing ini, Diopanthus disebut sebagai salah pendiri aljabar.
Awal kebangkitan teori bilangan modern dipelopori oleh Pierre de Femmat (1601-1665), Leonhard Euler (1707-1783), J.L Lagrange (1735-1813), A.M. Legendre (1752-1833), Dirichlet (1805-1859), Dedekind (1831-1916), Riemann (1826-1866), Giussepe Peano (1858-1932), Poisson (1866-1962), dan Hadamard (1865-1963). Sebagai seorang pangeran matematika, Gauss begitu terpesona terhadap keindahan dan kecantikan teori bilangan, dan untuk melukiskannya, ia menyebut teori bilangan sebagai the queen of mathematich.

Jumat, 25 November 2011

keajaiban Al-Qur'an bidang sains

Tata Surya Matahari dengan 8 planetnyaBenar kiranya jika Al Qur’an disebut sebagai mukjizat. Bagaimana tidak, ternyata ayat-ayat Al Qur’an yang diturunkan di abad ke 7 masehi di mana ilmu pengetahuan belum berkembang (saat itu orang mengira bumi itu rata dan matahari mengelilingi bumi), sesuai dengan ilmu pengetahuan modern yang baru-baru ini ditemukan oleh manusia.
Sebagai contoh ayat di bawah:
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” [Al Anbiyaa:30]
Saat itu orang tidak ada yang tahu bahwa langit dan bumi itu awalnya satu. Ternyata ilmu pengetahuan modern seperti teori Big Bang menyatakan bahwa alam semesta (bumi dan langit) itu dulunya satu. Kemudian akhirnya pecah menjadi sekarang ini.
Kemudian ternyata benar segala yang bernyawa, termasuk tumbuhan bersel satu pasti mengandung air dan juga membutuhkan air. Keberadaan air adalah satu indikasi adanya kehidupan di suatu planet. Tanpa air, mustahil ada kehidupan. Inilah satu kebenaran ayat Al Qur’an.
Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Qur’an, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu.
“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” (Al Qur’an, 21:33)
Disebutkan pula dalam ayat yang lain bahwa matahari tidaklah diam, tetapi bergerak dalam garis edar tertentu:
“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (Al Qur’an, 36:38)
Langit yang mengembang (Expanding Universe)
Dalam Al Qur’an, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana berikut ini:
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (Al Qur’an, 51:47)
Menurut Al Qur’an langit diluaskan/mengembang. Dan inilah kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.
Sejak terjadinya peristiwa Big Bang, alam semesta telah mengembang secara terus-menerus dengan kecepatan maha dahsyat. Para ilmuwan menyamakan peristiwa mengembangnya alam semesta dengan permukaan balon yang sedang ditiup.
Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus “mengembang”.
Pada awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang.
Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi.
Gunung yang Bergerak
“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan.” [QS 27:88]
14 abad lampau seluruh manusia menyangka gunung itu diam tidak bergerak. Namun dalam Al Qur’an disebutkan gunung itu bergerak.
Gerakan gunung-gunung ini disebabkan oleh gerakan kerak bumi tempat mereka berada. Kerak bumi ini seperti mengapung di atas lapisan magma yang lebih rapat. Pada awal abad ke-20, untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener mengemukakan bahwa benua-benua pada permukaan bumi menyatu pada masa-masa awal bumi, namun kemudian bergeser ke arah yang berbeda-beda sehingga terpisah ketika mereka bergerak saling menjauhi.
Gambar Gerakan Gunung / BenuaPara ahli geologi memahami kebenaran pernyataan Wegener baru pada tahun 1980, yakni 50 tahun setelah kematiannya. Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Wegener dalam sebuah tulisan yang terbit tahun 1915, sekitar 500 juta tahun lalu seluruh tanah daratan yang ada di permukaan bumi awalnya adalah satu kesatuan yang dinamakan Pangaea. Daratan ini terletak di kutub selatan.
Sekitar 180 juta tahun lalu, Pangaea terbelah menjadi dua bagian yang masing-masingnya bergerak ke arah yang berbeda. Salah satu daratan atau benua raksasa ini adalah Gondwana, yang meliputi Afrika, Australia, Antartika dan India. Benua raksasa kedua adalah Laurasia, yang terdiri dari Eropa, Amerika Utara dan Asia, kecuali India. Selama 150 tahun setelah pemisahan ini, Gondwana dan Laurasia terbagi menjadi daratan-daratan yang lebih kecil.
Benua-benua yang terbentuk menyusul terbelahnya Pangaea telah bergerak pada permukaan Bumi secara terus-menerus sejauh beberapa sentimeter per tahun. Peristiwa ini juga menyebabkan perubahan perbandingan luas antara wilayah daratan dan lautan di Bumi.
Pergerakan kerak Bumi ini diketemukan setelah penelitian geologi yang dilakukan di awal abad ke-20. Para ilmuwan menjelaskan peristiwa ini sebagaimana berikut:
Kerak dan bagian terluar dari magma, dengan ketebalan sekitar 100 km, terbagi atas lapisan-lapisan yang disebut lempengan. Terdapat enam lempengan utama, dan beberapa lempengan kecil. Menurut teori yang disebut lempeng tektonik, lempengan-lempengan ini bergerak pada permukaan bumi, membawa benua dan dasar lautan bersamanya. Pergerakan benua telah diukur dan berkecepatan 1 hingga 5 cm per tahun. Lempengan-lempengan tersebut terus-menerus bergerak, dan menghasilkan perubahan pada geografi bumi secara perlahan. Setiap tahun, misalnya, Samudera Atlantic menjadi sedikit lebih lebar. (Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 30)
Ada hal sangat penting yang perlu dikemukakan di sini: dalam ayat tersebut Allah telah menyebut tentang gerakan gunung sebagaimana mengapungnya perjalanan awan. (Kini, Ilmuwan modern juga menggunakan istilah “continental drift” atau “gerakan mengapung dari benua” untuk gerakan ini. (National Geographic Society, Powers of Nature, Washington D.C., 1978, s.12-13)
Tidak dipertanyakan lagi, adalah salah satu kejaiban Al Qur’an bahwa fakta ilmiah ini, yang baru-baru saja ditemukan oleh para ilmuwan, telah dinyatakan dalam Al Qur’an.
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan dan Kami turunkan hujan dari langit lalu Kami beri minum kamu dengan air itu dan sekali kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (Al Qur’an, 15:22)
Ramalan Kemenangan Romawi atas Persia
“Alif, Lam, Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang).” (Al Qur’an, 30:1-4)
Ayat-ayat ini diturunkan kira-kira pada tahun 620 Masehi, hampir tujuh tahun setelah kekalahan hebat Bizantium Kristen di tangan bangsa Persia, ketika Bizantium kehilangan Yerusalem. Kemudian diriwayatkan dalam ayat ini bahwa Bizantium dalam waktu dekat menang. Padahal, Bizantium waktu itu telah menderita kekalahan sedemikian hebat hingga nampaknya mustahil baginya untuk mempertahankan keberadaannya sekalipun, apalagi merebut kemenangan kembali. Tidak hanya bangsa Persia, tapi juga bangsa Avar, Slavia, dan Lombard menjadi ancaman serius bagi Kekaisaran Bizantium. Bangsa Avar telah datang hingga mencapai dinding batas Konstantinopel. Kaisar Bizantium, Heraklius, telah memerintahkan agar emas dan perak yang ada di dalam gereja dilebur dan dijadikan uang untuk membiayai pasukan perang. Banyak gubernur memberontak melawan Kaisar Heraklius dan dan Kekaisaran tersebut berada pada titik keruntuhan. Mesopotamia, Cilicia, Syria, Palestina, Mesir dan Armenia, yang semula dikuasai oleh Bizantium, diserbu oleh bangsa Persia. (Warren Treadgold, A History of the Byzantine State and Society, Stanford University Press, 1997, s. 287-299.